• Emas168
  • Emas168
  • Emas168
  • Emas168
  • Emas168
  • Emas168
  • Emas168
  • Emas168
  • Emas168
  • Emas168
  • Emas168
  • Emas168
  • Emas168
  • Karna Anak Pertama adalah Kakak sehingga Anak Selanjutnya adalah Adik

    ByRully mufarika

    Karna Anak Pertama adalah Kakak sehingga Anak Selanjutnya adalah Adik

    Konflik dalam sebuah keluarga bukanlah hal yang asing lagi, justru seringkali konflik baik konflik individu, pribadi atau kelompok bersumber dari dalam internal keluarga. Rasa mencintai antar anggota keluarga, hingga permasalahan soal prinsip yang berbeda turut menjadi pemicu konflik tersebut. Soal prinsip, memang ada keluarga yang idealis yang kemudian memasang target bahwa anak-anaknya harus sesuai dengan apa yang direncanakan. Tujuan orangtua pasti baik, yakni menjadikan anak-anak menjadi seorang yang membanggakan, prestatif, bermanfaat, mandiri, dan sebagainya. Dalam keluarga yang mempunyai anak lebih dari satu, problem yang dihadapi untuk mencapai cita-cita hakiki tersebut bisa jadi lebih kompleks. Keberadaan anak yang banyak dengan segala posisinya menuntut orang tua untuk berfikir dan bertindak se-kreatif mungkin termasuk dalam mengatur dan merekayasa anaknya yang menjadi anak pertama, kedua, dan seterusnya. Bagaimana anak pertama bertindak sebagai kakak, bagaimana anak kedua ketiga dan seterusnya bertindak sebagai adik dan bagaimana posisi mereka sebagai sesama saudara mempunyai hak, kewajiban, dna konsekuensi masing-masing. Dalam posisi ini, yang sering diposisikan menjadi pihak dengan beban tersebesar dan terberat adalah anak pertama (kakak sulung). Menjadi anak sulung memang bukanlah suatu hal yang mudah. Berbagai aspek dan hal hal dasar perlu diperhatikan dari posisinya sebagai anak dalam keluarga kecil tersebut[3], sebagai saudara bagi saudara-saudaranya dan sebagai kakak bagi adik-adiknya. Sering kali anak sulung dituntut dengan berbagai tuntutan, Anak sulung di setting sedemikian rupaya supaya menjadi role model yang baik bagi adik-adiknya. Bukan hanya sebagai role model, terkadang sang adik juga dituntut untuk menjadi sama dengan kakaknya sehingga sang adik terkadang berada dalam posisi yang dilematis.
    Anak kedua, ketiga (dan seterusnya-adik-) rata-rata mengalami hal yang sama yakni, hidup dalam bayang-bayang seorang kakak. Seorang kakak yang telah sedemikian rupa diatur oleh orang tua dan keluarganya sebagai role model yang terkadang “wajib” untuk ditiru oleh sang adik. Layaknya dosen yang menjadi acuan bagi seorang mahasiswa dalam mengejar akademik, seorang adik seperti tak mau kalah mengejar kakak nya dalam segala tindakannya demi membuktikan bahwa adik pun bisa seperti kakak. Meskipun disatu sisi persaingan ini bersifat baik[4],namun perilaku ini berbahaya ketika sang adik menjadikan kakak sebagai tujuan dalam kehidupannya padahal bisa saja potensi adik tersebut berbeda dengan potensi kakaknya atau justru bahkan saling berlawanan. Dan ketika hal tersebut terjadi sang adik bisa jadi menikmati prosesnya dalam menjadi pihak lawan dari kakaknya sehingga dikhawatirkan hubungan yang terbentuk bukan lagi hubungan persaudaraan, namun menjadi hubungan kompetisi. Setiap inidividu yang dikaruniai segala kelebihan dan kekurangan yang berbeda, harus menjadi sama sebab atas nama kompetisi. Kasus ini terjadi pada beberapa anak (adik) yang mempunyai kakak, salah seorangnya adalah anak yang bernama Arif. Meskipun kasus ini diambil dari salah seorang anak kecil, namun bagaimana ia bertindak telah merepresentasikan tindakan teman-teman nya yang bernasib sama. Arif seorang anak kecil yang sekarang duduk dibangku kelas 5 SD, pernah tinggal kelas saat duduk di kelas dua menjalani kehidupan seperti anak pada umumnya yakni bermain,belajar dan melakukan hal-hal khas yang lain nya seperti anak pada umumnya. Namun berbeda karena Arif ini memiliki “kesabaran” diluar batas anak-anak seusianya. Walaupun kakek dan nenek nya selalu mengatakan bahwa dia adalah anak yang bodoh, goblok, pemalas, pernah tidak naik kelas dia (Arif) sudah tidak lagi mempermasalahkannya-penerimaan-. Walaupun demikian dia seringkali di bandingkan dengan kakaknya yang sejak SD mendapat tiga besar di kelas, kakak yang dikatakan dalam keluarganya sorang yang cerdas dibanding adiknya agaknya membuat Arif merasa terbebani. Dia tumbuh menjadi anak yang penyendiri, penakut dan kurang bisa mendengarkan orang lain. Keluarga yang selalu menekan nya untuk menjadi sama dengan kakaknya, menjadi salah satu penyebab Arif yang sekarang. Parahnya kakak nya baru sadar bahwa kepribadian Arif ternyata terbebani dengan keberadaan kakak tersebut, ditambah selama ini kakak tersebut tidak menyadarinya karna yang kakak itu tau adalah bagaimana menjadi kakak dan contoh yang terbaik bagi adiknya. Miss communication terjadi hingga kakak nya melanjutkan studi di kota, dan sang adik masih duduk di bangku SD dengan bayang-bayang kakaknya. Sang kakak ingin merubah keadaan, namun sang Adik telah jauh dari pandangannya. Sekarang sang kakak tahu bahwasannya menjadi kakak bukan hanya belajar dan menunjukkan bahwa kakak tersebut adalah kakak yang terbaik bahkan anak yang terbaik, namun juga bagaimana si kakak mampu bekerja sama dengan adik-adiknya untuk mencapai berbagai tujuan yang ingin dicapai.

    About the author

    Rully mufarika administrator

    A traveller writer, reading and writing enthusiast. Currently study at University of Gadjah Mada. Bachelor of Faculty of Social and Political Sciences 2015. Good Reading, Good Writing, Good Living.

    Leave a Reply

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO